Perjalanan Keagamaan: Eksplorasi Budaya Mandar Melalui Tradisi Ziarah Imam Lapeo

 

Perjalanan Keagamaan: Eksplorasi Budaya Mandar Melalui Tradisi Ziarah Imam Lapeo

 

Muhammad Ridwan

Stain Majene, Sulawesi Barat, Indonesia

Email: muh.ridwanhusen@gmail.com

Abstrak

This research aims to explore and understand the religious and cultural aspects of the Mandar community through the Imam Lapeo pilgrimage tradition. The research method used is qualitative by collecting data through interviews with various sources. The research results show that the Imam Lapeo pilgrimage tradition does not recognize a specific time, allowing every pilgrim to come at any time. Apart from that, there are no special rituals carried out during the pilgrimage process. However, there is a significant difference with previous research conducted by Zuhriah, entitled "Imam Lapeo Pilgrim: Acculturation between Mandar Culture and Islamic Pilgrimage," which lies in the role of Imam Lapeo's replacement in Boyang Kayyang. This research shows that Imam Lapeo's grandson, Annangguru Kicang and his great-grandson Annangguru Zuhriah, replaced Imam Lapeo's role. This is different from previous research where Imam Lapeo's replacements were Hajjah Annangguru Ummi Lia and Annangguru Kuma, both of whom have died and were replaced by Annangguru Kicang and Annangguru Zuhriah in this research. This substitute role provides a new dimension regarding continuity and dynamics in the religious practices of the Mandar community through the Imam Lapeo pilgrimage tradition.

Keywords : Imam lapeo, Pilgrimage tradition, Boyang kayyang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi dan memahami aspek keagamaan dan budaya masyarakat Mandar melalui tradisi ziarah Imam Lapeo. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan mengumpulkan data melalui wawancara dengan berbagai narasumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi ziarah Imam Lapeo tidak mengenal waktu khusus, memungkinkan setiap peziarah untuk datang kapan saja. Selain itu, tidak ada ritual khusus yang dilakukan selama proses ziarah. Namun ada Perbedaan signifikan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zuhriah, berjudul "Peziarah Imam Lapeo: Akulturasi antara Budaya Mandar dan Ziarah Islam," terletak pada peran pengganti Imam Lapeo di Boyang Kayyang. Penelitian ini menunjukkan bahwa cucu Imam Lapeo, yaitu Annangguru Kicang dan cicitnya Annangguru Zuhriah, menggantikan peran Imam Lapeo. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya di mana pengganti Imam Lapeo adalah Hajjah Annangguru Ummi Lia dan Annangguru Kuma, keduanya telah meninggal dan digantikan oleh Annangguru Kicang dan Annangguru Zuhriah dalam penelitian ini. Peran pengganti ini memberikan dimensi baru terkait kontinuitas dan dinamika dalam praktik keagamaan masyarakat Mandar melalui tradisi ziarah Imam Lapeo.

Kata kunci: imam lapeo, tradisi ziarah, boyang kayyang

PENDAHULUAN

            Masyarakat modern adalah Masyarakat yang haus dengan pengetahuan dan lebih banyak bersandar pada logika. Apalagi era berkemajuann saat ini banyak dari mereka yang berlomba-lomba mendapatkan kekayaan, mengejar pangkat, populalitas agar mereka mendapat penghormatan dari orang lain dan Masyarakat. Akan tetapi masih banyak juga dari mereka masih memikirkan bagaimana mendapat ketenangan batin, ibadah yang semakin meningkat, sehingga banyak dari mereka yang meneeruskan tradisi ziarah wali sebagai salah satu cara dan media untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta (Khoisah, 2020).

            Di tanah mandar sendiri terdapat wali yang merupakan salah satu tujuh wali (wali pitu) dia adalah Muhammad Tahir atau yang Masyarakat mandar menyebutnya imam lapeo adalah tokoh agama yang menganjurkan dan mengajarkan islam di mandar.

            Imam lapeo adalah gelar Masyarakat yang diberikan kepada seorang tokoh agama masyhur di polewali mandar, provinsi Sulawesi barat. Penisbatan tersebut karena mendirikan sebuah masjid besar yang menjadi pusat aktifitas keagamaan Masyarakat setempat. Sementara lapeo adalah salah satu desa di kabupaten polewali mnadar, provinsi Sulawesi barat. Nama kecil imam lapeo junaihim namli kemudian berubah nama annangguru KH. Muhammad Tahir bin Muhammad bin H. Abdul Karim Abatalahi atas pemberian gurunya Syekh Alwi Jamalullail, ulama keturunan yaman yang juga penyebar islam di tanah mandar. Lahir di Pambusuang tahun 1839 (Makmur Makmur, 2022)

            Selama hidupnya, imam lapeo sering dikunjungi oleh Masyarakat yang mencari pertemuan untuk meminta nasihat, pandangan, dan berharap didoakan olehnya. Tradisi ini berlanjut bahkan setelah wafatnya, seperti yang terlihat di boyang kayyang, rumah tempat anak Perempuan imam lapeo menggantikan peran ayah mereka untuk menerima kunjungan Masyarakat yang mencari doa. Di komunitas lapeo, keyakinan kuat ditanamkan bahwa doa-doa kepada Allah swt akan dijawab, dan segala permasalahan dapat ditemukan solusinya. Masjid yang didirikan oleh imam lapeo menjadi pusat ibadah dengan banyak jamaah, sementara makamnya dianggap sebagai tempat yang penting untuk ziarah. Masyarakat meyakini bahwa imam lapeo memiliki keberkahan luar biasa dalam kehidupannya (Zuhriah, 2017).

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan pada tahun 2017 oleh zuhriah yang berjudul “peziarah imam lapeo: akulturasi antara budaya mandar dan ziarah islam”, bahwa peran yang menggantikan imam lapeo ialah anak-anak Perempuan imam lapeo mereka adalah maulidah thahir (annangguru umm ilia) dan hajjah marhumah ( annangguru kuma). Namun mereka sudah wafat dan yang melanjutkan sekarang ini adalah cucu keponakan imam lapeo yakni annangguru kicang dan cicitnya annangguru zuhriah. Peran pengganti ini memberikan dimensi baru terkait kontinuitas dan dinamika dalam praktik keagamaan Masyarakat mandar melalui tradisi ziarah imam lapeo.

 

METODE PENELITIAN

            Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Sampel yang digunakan bersifat purposive sampling dan accidental sampling, sedangkan Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian ini juga didasarkan data kepustakaan seperti buku dan jurnal.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Temuan Hasil Penelitian

            Imam Lapeo (KH. Muhammad Tahir) terkenal sebagai seorang ulama yang menyebarkan ajaran Islam di Tanah Mandar. Dalam penyampaian materi agama Islam, beliau tidak hanya melakukan ceramah, melainkan juga menerapkan tiga pendekatan berbeda, yaitu pendekatan sosial, psikologis, dan budaya di Tanah Mandar. Dalam proses pengajaran agama Islam, Imam Lapeo selalu memperhatikan situasi dan kondisi sosial masyarakat, sehingga masyarakat dapat dengan mudah diarahkan menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Contohnya, dengan mengajarkan penyelesaian hutang dan semangat gotong royong. (nirwala, 2021)

            Imam lapeo di mata warga desa lapeo dianggap sebagai seorang ulama (tosalama’) yang dihormati karena memiliki berbagai kelebihan. Keyakinan Masyarakat desa lapeo terhadap kabijakan dan keutamaan imam lapeo teteap tidak berubah dari masa ke masa. Pengaguman warga lapeo terhadap imam lapeo tercermin dalam tradisi ziarah yang dilakukan oleh generasi-generasi penerus, meskipun mereka tidak pernah berkesempatan bertemu langsung dengan beliau (nirwala, 2021)

            Salah satu tempat yang dikunjungi peziarah adalahh boyang kayyang adalah tempat bertemunya peziarah dengan keturunan imam lapeo yaitu cucu dan cicitnya karena seperti yang diawal penulis katakana bahwa anak dan cucunya sudah meninggal dan diteruskan oleh cucu keponakan dan cicitnya. Dalam Bahasa mandar disebut massiara. Mereka melakukan perjalanan karena ingin bersilatuhrahmi. Mereka percaya anak cucu keturunan imam lapeo mempunyai Cahaya seperti ayah atau kakek mereka.

Gambar 1. Boyang kayyang

            Di boyang kayyang ruangannya dibagi menjadi tiga petak ruangan yang ditempati cucu dan cicitnya imam lapeo melayani para peziarah. Di sisi kanan di tempati cucu keponakan imam lapeo yaitu annangguru kicang, disisi kiri ditempati cucu imam lapeo yaitu annangguru umi pisa, dan dibagian sisi Tengah ditempati oleh cicit imam lapeo yaitu annangguru zuhriah. Tiga tempat itulah peziarah bisa memasuki salah satunya untuk bersilaturahmi.

            Para peziarah biasanya datang dari berbagai latar belakang yang berbeda dengan motif kunjungan yang berbeda pula. Dari hasil survey lapangan yang peneliti dapatkan motif kunjungan para pengunjung datang berziarah ke tempat wisata religi imam lapeo yaitu tawassul adalah berziarah ke makam imam lapeo (menjadikan imam lapeo sebagai perantara dengan tuhan ) dengan berdo’a. sekitar 40% dari para pengunjung datang berziarah ke tempat wisata religi imam lapeo yaitu berziara kekeluarga imam lapeo yang masi hidup yang sekarnag menggantukan peran imam lapeo sebagai orang yang membacakan do’a keselamatan pengunjung yang minta doa keselamatan (nirwala, 2021).

            Para peziarah datang untuk berdoa bersama, mereka percaya berdoa bersama keturunan beliau akan dijawab oleh tuhan. Setiap doa akan terkabulkan, makbul karena beliau imam lapeo adalah wali Allah dan keturunannya memiliki Cahaya itu. Fungsi “Cahaya” imam lapeo juga demikian, walau imam lapeo telah meninggal, “Cahaya”nya tetap ada. Annangguru kicang, annangguru ummi pisa, dan annanguru zuhriah menggantikan peran pendahulu mereka yang menjadi pembaca doa, menjadi tempat berkeluh kesah (mencurahkan isi hati), bertanya tentang agama, sekaligus minta      didoakan karena peziarah yakni bahwa doa keturunan imam lapeo juga makbul seperti imam lapeo. Para peziarah percaya bahwa doa imam lapeo diijabah Allah SWT karena beliau adalah wali yang mana merupakan kekasih Allah penerus spiritual Nabi (Zuhriah, 2017).

            Bukan hanya berdoa bersama tapi juga tempat peziarah melakukan curahan hati (curhat) pada imam lapeo mengenai permasalahan hidupnya. Begitu pula yang dilakukan generasi keturunan imam lapeo. Biasanya, peziarah mengunjungi keturunan imam lapeo terlebih dahulu kemudian setelah dari rumah beliau, peziarah bisa melanjutkan ziarah ke makam dan ibadah di masjid.

Gambar 2. Ruangan annangguru zuhriah terlihat peziarah yang membawa bawaan berupa makanan

Sumber gambar: Ig @kh_muhammad_thahir_imam_lapeo

            Biasanya, peziarah datang dengan membawa berbagai macam bawaan. Jenis bawaan peziarah tergantung mata pencaharian mereka. Misalnya, petani membawa beras, nelayan membawa ikan, peternak membawa ayam dll. Banyak pula yang membawa makanan khas mandar seperti ande (nasi), atupe (ketupat), buras ( makanan yang terbuat dari beras yang  dicampur santan), sokol (makanan dari beras  ketan. Namun pada umumnya kebanyakan para peziarah membawa pisang ambon (loka tira’) yang menyimbolkan matira mangaji, yang berarti dapat (fasih) membawa Al-quran dan sebagai penolak bala. Dikatatan bahwa dulu imam lapeo membawa pisang ambon (loka tira’) ke hadapan gurunya syeikh Alwi bin Sahel sebagai makanan yang didoakan untuk penolak bala (Zuhriah, 2017)

            Ada kontinuitas dan dinamika yang terjadi antara peran pengganti imam lapeo yang terdahulu dengan yang sekarang, Dimana sekarang dilanjutkan oleh cicitnya yaitu annangguru zuhriah, dari hasil wawancara kepada annangguru zuhriah mengatakan bahwa beliau ketika melayani peziarah tidak terlalu mempertanyakan tentang kondisi peziarah dan juga tidak terlalu tegas, berbeda dengan annangguru amma jarra yang lebih mempertanyakan kondisi peziarah dan juga cukup tegas. seperti contoh cerita yang dibagikan oleh annangguru zuhriah bahwa, orang tuanya ketika mengahadapi peziarah yang mempunyai hajat untuk didoakan agar diberi kekayaan akan tetapi orang tersebut tidak bekerja, maka orang tua annangguru zuhriah yang dulu menggantikan peran imam lapeo itu marah kepada peziarah tersebut, karena tidak ada gunanya berdoa meminta diberi kekayaan kalau tidak bekerja. Dan juga kata annangguru zuhriah referensi doa yang dimiliki oleh annangguru zuhriah tidak sebanyak dengan referensi doa yang dimiliki oleh orang tuanya. Tapi itu tidak terlalu menjadi persoalan karena siapa saja keturunan imam lapeo, baik anaknya maupun cucu cicitnya, baik laki-laki maupun Perempuan asal dapat membaca doa dapat mengganti peran imam lapeo di boyang kayyang karena mereka dipercayai mempunyai berkah seperti imam lapeo.

            sedikit berbeda lagi antara penerus terdahulu dengan yang sekarang, Dimana dulu annangguru amma jarra memberikan jimat kepada peziarah dengan menulis secara manual di kertas. Berbeda dengan penerus sekarang ini yaitu annangguru zuhriah yang hanya memberikan hasil fotocopy-an ke para peziarah yang meminta jimat. Dan itu jauh lebih mengefisienkan waktu. Karena dulu memakan waktu cukup lama karena annangguru harus menuliskan satu persatu secara manual terlebih ketika peziarah yang datang tersebut terburu-buru.

PENUTUP

            Penerus imam lapeo akan terus dilanjutkan oleh cucu cicitnya kelak dan masayarakat akan terus datang berziarah di lapeo khusunya di boyang kayyang dan dimakam imam lapeo. Dan perubahan serta perbedaan antara penerus terdahulu dengan yang sekarang dan yang akan datang akan selalu terdapat perbedaan apakah itu dari tata cara pelaksanaannya maupun itu dari pelaku peziarah itu sendiri.

            Adanya kelanjutan perjalanan ziarah di Lapeo karena pengunjung meyakini akan keberkahan yang terkandung dalam imam Lapeo. Keyakinan ini berkaitan dengan pandangan bahwa imam Lapeo dianggap sebagai sosok yang dicintai dan menjadi wali Allah. Para peziarah merasakan kehadiran spiritual di tempat ini, dan tradisi ini akan berlanjut hingga kehadiran spiritual tersebut tidak lagi dirasakan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Khoisah, N. (2020). tradisi ziarah wali dalam membangun dimensi spritual masyarakat. jurnal ilmu keislaman, 28-41. Https://doi.org/10.46773/imtiyaz.v4i1.63

Makmur Makmur, S. A. (2022). Tradisi masulakka ke kotak amal imam lapeo: sebauh resepsi kenabian . jurnal hasil-hasil penelitian, 38-50. Http://dx.doi.org/10.31332/ai.v0i0.3882

nirwala, h. r. (2021). penelusuran tokoh imam lapeo sebuah kajian wisata religi. jurnal E-bussiness institut teknologi dan bisnis Muhammadiyah Polewali Mandar , 3-9. Https://doi.org/10.59903/ebussiness.v1i01.4

 Zuhriah, Zuhriah. 2017. “Peziarah Imam Lapeo: Akulturasi Antara Budaya Mandar Dan Ziarah Islam”. Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars, no. Seri 1 (May), 236-45. https://doi.org/10.36835/ancoms.v0iSeri 1.23.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBAHARUAN PEMERINTAHAN TURKI: KESEKULARAN DIBAWAH MUSTAFA KEMAL ATATURK

RELEVANSI AL IJAZ WAL ITHNAB DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN